Pages

welcome


widgeo.net

Selasa, 22 November 2011

Mengapa pemerintah diindonesia kurang memperhatikan perekonomian masyarakat.

Mengapa pemerintah diindonesia kurang memperhatikan perekonomian masyarakat.
 Indonesia kembali melaksanakan pemilihan presiden untuk kepemimpinan periode 2009-2014. Masyarakat berharap Pemilu kali ini akan menghasilkan pemimpin yang dapat menyelesaikan berbagai persoalan bangsa sehingga kehidupan rakyat menjadi lebih baik. Selama ini,  Indonesia dinilai belum mampu melaksanakan pembangunan yang merata. Dengan jumlah penduduk 227.650.000 jiwa pada tahun 2008 dan tingkat pertumbuhan mencapai 1,3 %, tetapi  21,4 % rakyat Indonesia masih berpenghasilan kurang dari US $ 1,25 perhari (data 2005). Disamping itu, angka masyarakat miskin mencapai jumlah 38.394.000 penduduk. Dengan dasar klasifikasi dari Bank Dunia yang mengatakan bahwa penduduk berpenghasilan kurang dari US $ 2 perhari perorang termasuk miskin, maka lebih dari 50 % penduduk Indonesia termasuk dalam  kategori miskin.  Penduduk yang tidak mempunyai rumah pun mencapai angka 32,3%.
Dari segi kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), Indonesia ternyata berada di urutan 111 dari 171 negara. Data lain juga menunjukkan bahwa hanya 46,8 % anak-anak Indonesia yang berhasil menyelesaikan pendidikan 9 tahun. Belum termasuk berbagai persoalan lain seperti masalah utang luar negeri, masalah tambang minyak Indonesia yang  90% ternyata dieksplotasi oleh asing, masalah ketidakpastian hukum, masalah kesehatan, bencana alam, korupsi dan lain sebagainya.
Semua persoalan tersebut, menurut penulis menggambarkan ketidakmampuan pemerintah dalam melakukan pengelolaan ekonomi dengan baik. Pemerintah selama ini lebih mengutamakan pembangunan di sektor makro dan tidak memperhatikan pemerataan ekonomi. Akibatnya kesejahteraan masyarakat yang sesungguhnya tidak dapat diwujudkan sehingga menimbulkan deretan persoalan lainnya.
Indonesia selama ini membangun dengan pondasi yang sangat rapuh. Atas nama percepatan pertumbuhan ekonomi, pemerintah mengandalkan utang sebagai penyangga pembangunan. Dana tersebut, ternyata juga tidak digunakan untuk keperluan-keperluan strategis yang produktif. Akibatnya, dari hari ke hari beban utang semakin menumpuk dan kesejahteraan masyarakat tidak terwujud.
Dengan demikian masyarakat diindonesia mengalami penganguran, kemiskinan, anak-anak putus sekolah. Karena kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya fasilitas sekolah untuk anak-anak yang tidak mampu .
Negara-negara berkembang terus berada dalam kemiskinan. Sementara  kondisi dunia internasional, terutama dari sisi ekonomi politik, selalu berubah. Misalnya,  dengan terjadinya krisis global yang mengakibatkan kenaikan harga minyak dan peningkatan suku bunga. Apabila pemerintah tidak mempunyai sistem dan manajemen perekonomian yang baik, pada kondisi seperti ini negara-negara berkembang akan terjebak dengan utang luar negeri.
Neraca pembayaran ekonomi mereka mengalami defisit akibat impor yang lebih besar daripada ekspor dan sistem ekonomi yang tidak sehat. Stabilitas devisa bisa diwujudkan dengan menambah jumlah dana. Kondisi ini mengundang negara-negara maju untuk memberikan utang.
Singkat cerita, pembangunan Indonesia tidak membuat rakyat semakin sejahtera dan hidup dalam keadilan. Justru  Indonesia terjebak kedalam perangkap utang (debt trap) karena jumlahnya yang kian hari semakin meningkat. Indonesia menutupi kekurangan dana pembangunan selalu dengan cara mengutang. Hal inilah yang oleh sebagian pengamat ekonomi disebut sebagai pembangunan palsu (the catching up fallacy). Indonesia terlihat maju, tetapi sebenarnya sangat rapuh. Apabila terjadi krisis global yang membuat dolar meningkat, stabilitas ekonomi dan politik sulit dipertahankan.
Nugeraha Azhima_1EA23_15211263

Tidak ada komentar:

Posting Komentar